Akhir-akhir ini Cloud Computing kian seru dibincangkan. Evolusi di bidang TI ini disebut-sebut juga bisa menekan tingkat konsumsi energi karbon di dunia yang makin panas ini. Ingat, energi ini tidak dapat terbarukan karena berasal dari fosil.
Ada contoh yang sangat menarik tentang cloud computing dan penghematan energi karbon yang disampaikan oleh Tom Burns (Global Director, Content & Services, World Ahead Program Team, Intel Semiconductor Ltd) dalam acara Dewan Nasional Perubahan Iklim – Intel Indonesia Corporation Media Workshop di hotel Grand Hyatt, Jakarta kemarin siang. Tahu Fedex kan? Itu loh, jasa pengiriman barang yang logonya kuning.
Truk-truk Fedex di AS, tutur Burns, sudah dilengkapi GPS (global positioning system) yang melacak posisinya setiap saat melalui satelit. Selain itu semua kurir Fedex dibekali dengan barcode reader yang akan dipakai untuk men-scan kiriman barang ketika barang diserahterimakan ke tujuan.
Fedex ternyata sudah menerapkan teknologi Cloud Computing. Maka semua data itu langsung dikirim ke server Fedex. Dan pengolahan data-data lapangan oleh Fedex mengungkapkan bahwa para supir Fedex dapat menghemat waktu perjalanan dan juga bensin jika mereka mengurangi belok ke kiri, dan lebih banyak belok ke kanan saat berkendara mengantar barang. “Ini hanya bisa ada karena mereka pakai Cloud Computing,” kata Burns.
Omong-omong, berapa sih energi yang dikonsumsi oleh industri TI? Menurut Tom Burns persentasenya 2%. “Di AS, yang paling banyak menyerap energi (urut) adalah transportasi, industri, perumahan, perkantoran,“ katanya.
Namun survei yang dilakukan Information Technology and Innovation Foundation pada bulan Maret 2007 menyebutkan bahwa ICT bertanggung jawab langsung atas pertumbuhan produktivitas di ekonomi AS antara 1997 dan 2002. Hal ini mengurangi pemakaian karbon, sehingga lebih banyak yang bisa dilakukan, lebih sedikit mil yang ditempuh, dan efisiensi operasional dan material meningkat.
Studi lain, dilakukan Lawrence Berkeley National Laboratory, mengungkapkan, ekonomi TI dapat mengurangi emisi karbon sampai 67% antara tahun 2000 – 2010.
Lalu apakah Cloud Computing hanya bisa diterapkan di negara-negara maju dan untuk urusan-urusan berskala besar? “Tidak,” kata Burns. Menurutnya, pemerintah kota kecil pun bisa saja memanfaatkannya, misalnya dengan memasukkan semua informasi penting bagi warganya di sebuah komputer, dan menempatkannya di lokasi yang strategis seperti kantor pos. “Warga cukup mengaksesnya dari sana, tidak perlu lagi mondar-mandir ke banyak lokasi. Bisa menghemat energi. ”
Namun keberhasilan Cloud computing, tandas Burns, tergantung pada kematangan teknologi . “Sekuriti adalah hal yang paling ditakutkan karena semuanya ada di cloud. Yang dikuatirkan adalah hukum. Sebab data bisa saja ditempatkan di negara lain oleh penyedia jasa cloud. Hukum yang berlaku tentang sekuriti data di negara Indonesia misalnya bisa saja berbeda dengan hukum di negara tempat data itu diletakkan oleh penyedia jasa. Jadi harus ada pembicaraan dan kesepakatan antar negara dan lembaga tentang hukum dan sekuriti. Perlu standar,” tutur Burns.
Burns juga menekankan bahwa adopsi solusi cloud tidak semata-mata tentang teknologi, tapi lebih pada pergeseran budaya. “Mau tidak CEO-nya?,” tanyanya.
Selain itu yang mutlak dipertimbangkan sebelum menerapkan cloud computing adalah adanya koneksi Internet yang cepat dan stabil.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar